Sumber: Medan, Sastranesia Pers

Sortali adalah sejenis ikat kepala yang berasal dari kebudayaan Batak Toba. Suku Batak sendiri terbagi enam, yakni Toba, Karo, Mandailing, Pakpak, Simalungun, dan Angkola. Sortali terbuat dari tembaga yang disepuh dengan emas, serta dibungkus dengan kain merah dan membentuk motif gorga batak.

Ikat kepala khas masyarakat Batak ini bukan hanya digunakan sebagai aksesoris biasa saja, tetapi juga mengandung filosofi yang mendalam. Bagian emas yang terdapat pada sortali melambangkan arti kemakmuran untuk kedua mempelai. Sementara itu, tali pada bagian belakang melambangkan tentang bersatunya seluruh keluarga dalam satu ikatan. Warna merah pada sortali melambangkan arti kekuatan. Tidak hanya memiliki makna yang penting, tetapi penempatan sortali juga memiliki arti yang menarik. Biasanya, sortali diikatkan pada bagian kepala wanita. Kepala dianggap sebagai bagian yang paling terhormat, sehingga penempatan sortali pada kepala menunjukkan penghormatan dan kebahagiaan.

Dalam adat Batak Toba, sortali umumnya digunakan oleh perempuan karena memiliki makna simbolis yang berhubungan dengan peran dan status mereka dalam masyarakat. Sortali digunakan oleh boru ni raja (perempuan) pada saat mengadakan setiap ulaon unjuk (pesta adat), dan juga perlombaan khusus setiap penari Suku Batak. Sortali melambangkan kedewasaan, kecantikan, dan keanggunan perempuan. Kain ini sering diberikan oleh keluarga perempuan kepada calon pengantin perempuan saat upacara pernikahan sebagai simbol status dan kebanggaan keluarga. Sortali juga melambangkan warisan budaya yang dilestarikan dari generasi ke generasi. Proses pembuatan sortali memerlukan keahlian dan waktu yang cukup lama. Umumnya, ibu atau nenek dari calon pengantin perempuan yang bertanggung jawab dalam pembuatan sortali ini. Dengan memberikan sortali kepada calon pengantin perempuan, keluarga menunjukkan penghargaan terhadap warisan budaya mereka dan meneruskan nilai-nilai tradisional kepada generasi berikutnya.


Penulis:
Parto Anggita Simanihuruk
Frisca Devina D Simanjuntak
Silfhani Elisabet Manurung
Aprilian Aritonang

Editor:
Marini Romauli Pardede